Widuri
yang cantik nampak menangis karena Permana memaksa Widuri untuk ikut
dengannya dan dijadikan istri sesuai wangsit yang diterimanya di malam
Jumat Kliwon lalu. Japra suami Widuri mohon pada Permana agar tidak
mengambil istrinya karena anak mereka masih kecil-kecil.
Tapi Permana tidak peduli. Ketika Japra melawan,
dengan cepat Permana dan anak buahnya melihat anak-anaknya diancam akan disakiti, Japra
akhirnya dengan terpaksa melepaskan Widuri. Permana menyeringai senang
dan akhirnya ia dengan paksa membawa Widuri. Sepanjang jalan Widuri
nampak menangis. Warga desa menatap kasihan Widuri dan membicarakan
kekejaman dan kesewenang-wenangan Permana selama ini.
Beberapa saat kemudian nampak sebagian desa Sawedang sedang pesta tuak bersama teman-temannya. Kata Permana, ia orang tersakti dan terkaya di desa mereka. Jika ada warga yang mengecewakannya, ia tak segan-segan akan menghabisi sang warga dengan ilmu yang dimilikinya. Selama ini memang tidak ada satupun warga yang berani membantah atau melawan Permana karena Permana terkenal sangat sakti. Saat Permana sedang berpesta di luar, Widuri diam-diam berusaha melarikan diri. Widuri berhasil melarikan diri dan kembali ke rumahnya, tepat saat anak Widuri sedang sakit memanggil nama ibunya. Betapa senangnya Japra melihat Widuri kembali. Saat itu pula seorang abdi memberi tahu Permana bahwa Widuri kabur dari rumah! Dengan marah Permana mengajak mencari Widuri.
Dengan marah Permana menuju rumah Widuri. Sesampai di rumah Widuri, Permana dengan paksa langsung menghajar Japra yang dianggap sudah mengambil Widuri kembali. Kali ini Widuri berkata lebih baik ia mati daripada kembali pada Permana. Saat Permana benar-benar marah dan akan menarik Widuri, sebuah tangan menahan dengan kuat tangan Permana dan berkata Permana tidak bisa sesuka hati memaksakan kehendaknya apalagi mengambil istri orang lain. Haram hukumnya memisahkan sepasang suami istri kemudian menikahinya untuk kesenangan pribadi semata. Permana kaget karena baru kali ini ada yang berani melawannya. Ternyata dia adalah Syekh Abdul Muhyi yang datang bersama istrinya Ayu Bakta dan seorang abdi perempuan yang menemani istrinya. Dengan marah Permana menyuruh semua anak buahnya untuk menangkap Syekh Abdul Muhyi. Tapi dengan tenang Syekh Abdul Muhyi berhasil melumpuhkan semua anak buah Permana. Permanadengan kalap lalu berusaha membunuh Syekh Abdul Muhyi, namuan Syekh Abdul Muhyi sangat sakti sehingga Permana kalah. Permana bersumpah akan datang kembali melawan Syekh Abdul Muhyi.
Warga Sawedang nampak menerima Syekh Abdul Muhyi dan istrinya Ayu Bakta dengan sangat senang. Widuri dan Japra tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Syekh Abdul Muhyi dan mohon Syekh Abdul Muhyi agar berhati-hati karena mereka yakin Permana pasti akan mencari kembali Syekh Abdul Muhyi dan membunuhnya. Namun Syekh Abdul Muhyi berkata ia tidak takut sedikitpun pada Permana. Ia justru ingin menyadarkan Permana agar kembali ke jalan yang benar. Jalan yang diridhoi Allah SWT. Warga yang kagum dengan Syekh Abdul Muhyi mohon agar Syekh Abdul Muhyi mau tinggal di desa mereka karena warga ingin belajar Islam pada Syekh Abdul Muhyi. Mulailah Syekh Abdul Muhyi bersyiar. Dalam syiarnya di desa Sawedang di daerah Kuningan Jawa Barat tersebut Syekh Abdul Muhyi selalu mengingatkan warga ayat Allah : "Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong" (QS. 8:40). Syekh Abdul Muhyi tinggal sementara waktu di desa tersebut atas permintaan warga dan membangun langgar dan tempat tinggal.
Kehadiran Syech Abdul Muhyi menjadi buah bibir masyarakat Kuningan. Semua kagum pada pada beliau yang konon mendapatkan tanda kewalian saat di tanah Mekkah. Saat itu, beliau bersama teman-temannya sepesantren dibawa ke Bagdad oleh gurunya, Syekh Abdul Rauf, untuk menjiarahi makam Syekh Abdul Qadir Jaelani Qaddasallahu Sirrohu. Di sana beliau tinggal selama 2 tahun untuk menerima ijazah Agama Islam. Setelah itu oleh gurunya dibawa ke Mekkah untuk ibadah Haji. Ketika berada di Baitullah tiba-tiba Syekh Abdul Rouf mendapat ilham bahwa di antara santrinya itu ada yang mendapat pangkat kewalian karena wajah Syekh Abdul Muhyi tiba-tiba tersinari cahaya terang, sementara yang lainnya tidak. Kini Syekh Abdul Muhyi Pamijahan ditugaskan mencari gua di Jawa Barat untuk menjadi tempat berkhalwat atau bersuluk.
Sementara itu Permana semakin panas setelah tahu Syekh Abdul Muhyi kini menetap bersyiar di desanya. Syekh Abdul Muhyi dan Ayu Bakta memberikan ajaran Islam pada seluruh warga. Permana bersumpah akan membalas dendam pada Syekh Abdul Muhyi. Suatu ketika, saat Syekh Abdul Muhyi sedang mengaji bersama warga, muncul Permana datang bersama abdi-abdi terkuatnya yang akan memporak-porandakan tempat mengaji mereka. Permana berkata Syekh Abdul Muhyi saat itu juga harus enyah dari desa itu atau mati. Syekh Abdul Muhyi berkata ia bebas melakukan syiar di manapun, karena bumi ini milik Allah. Dengan karomah Syekh Abdul Muhyi, abdi Permana yang akan merusak langgar tersebut tidak bisa mengayunkan langkahnya sama sekali. Kaki dan tangan mereka terasa terkunci. Kaki mereka tidak bisa dilangkahkan dan tangan mereka tidak bisa diayunkan. Betapa marahnya Permana melihat semua itu. Dengan kalap, Permana langsung melayangkan pedang Nagageni miliknya yang semburannya bisa menghanguskan apapun. Namun dengan tenang Syekh Abdul Muhyi berhasil menghindarinya, bahkan menangkap pedang itu dan mematahkannya jadi dua. Permana semakin dendam. Ia melemparkan awu ireng, serbuk yang bisa membuat buta mata siapapun yang terkena. Namun naas, ternyata serbuk itu justru mengenai mata Permana sendiri. Permana nampak kesakitan karena mendadak matanya tidak bisa melihat. Saat Syekh Abdul Muhyi akan membantu menyembuhkan, Permana menolak dengan kasar dan bersumpah tidak akan pernah berhenti menghalangi syiar yang dilakukan Syekh Abdul Muhyi.
Dendam Permana pada Syekh Abdul Muhyi kian membara. Kini membuat matanya menjadi buta, terkena ajian Aweu Ireng miliknya sendiri. Permana mencari ibunya penguasa ilmu hitam di alas Sawedang, Ni Pongge. Ni Ponggen kaget melihat anak kesayangannya Permana yang kini jadi buta. Permana minta pada ibunya untuk mengembalikan matanya yang buta. Namun Ni Pongge berkata, ia tidak bisa melakukan apapun untuk menyembuhkan mata Permana yang buta karena racun Awu Ireng itu sangat berbahaya. Ni Pongge hanya berkata, Permana bisa balas dendam pada Syekh Abdul Muhyi dengan membunuh Ayu Bakta istri Syekh Abdul Muhyi terlebih dahulu. Mereka harus melihat Syekh Abdul Muhyi tersiksa.
Beberapa saat kemudian nampak sebagian desa Sawedang sedang pesta tuak bersama teman-temannya. Kata Permana, ia orang tersakti dan terkaya di desa mereka. Jika ada warga yang mengecewakannya, ia tak segan-segan akan menghabisi sang warga dengan ilmu yang dimilikinya. Selama ini memang tidak ada satupun warga yang berani membantah atau melawan Permana karena Permana terkenal sangat sakti. Saat Permana sedang berpesta di luar, Widuri diam-diam berusaha melarikan diri. Widuri berhasil melarikan diri dan kembali ke rumahnya, tepat saat anak Widuri sedang sakit memanggil nama ibunya. Betapa senangnya Japra melihat Widuri kembali. Saat itu pula seorang abdi memberi tahu Permana bahwa Widuri kabur dari rumah! Dengan marah Permana mengajak mencari Widuri.
Dengan marah Permana menuju rumah Widuri. Sesampai di rumah Widuri, Permana dengan paksa langsung menghajar Japra yang dianggap sudah mengambil Widuri kembali. Kali ini Widuri berkata lebih baik ia mati daripada kembali pada Permana. Saat Permana benar-benar marah dan akan menarik Widuri, sebuah tangan menahan dengan kuat tangan Permana dan berkata Permana tidak bisa sesuka hati memaksakan kehendaknya apalagi mengambil istri orang lain. Haram hukumnya memisahkan sepasang suami istri kemudian menikahinya untuk kesenangan pribadi semata. Permana kaget karena baru kali ini ada yang berani melawannya. Ternyata dia adalah Syekh Abdul Muhyi yang datang bersama istrinya Ayu Bakta dan seorang abdi perempuan yang menemani istrinya. Dengan marah Permana menyuruh semua anak buahnya untuk menangkap Syekh Abdul Muhyi. Tapi dengan tenang Syekh Abdul Muhyi berhasil melumpuhkan semua anak buah Permana. Permanadengan kalap lalu berusaha membunuh Syekh Abdul Muhyi, namuan Syekh Abdul Muhyi sangat sakti sehingga Permana kalah. Permana bersumpah akan datang kembali melawan Syekh Abdul Muhyi.
Warga Sawedang nampak menerima Syekh Abdul Muhyi dan istrinya Ayu Bakta dengan sangat senang. Widuri dan Japra tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Syekh Abdul Muhyi dan mohon Syekh Abdul Muhyi agar berhati-hati karena mereka yakin Permana pasti akan mencari kembali Syekh Abdul Muhyi dan membunuhnya. Namun Syekh Abdul Muhyi berkata ia tidak takut sedikitpun pada Permana. Ia justru ingin menyadarkan Permana agar kembali ke jalan yang benar. Jalan yang diridhoi Allah SWT. Warga yang kagum dengan Syekh Abdul Muhyi mohon agar Syekh Abdul Muhyi mau tinggal di desa mereka karena warga ingin belajar Islam pada Syekh Abdul Muhyi. Mulailah Syekh Abdul Muhyi bersyiar. Dalam syiarnya di desa Sawedang di daerah Kuningan Jawa Barat tersebut Syekh Abdul Muhyi selalu mengingatkan warga ayat Allah : "Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong" (QS. 8:40). Syekh Abdul Muhyi tinggal sementara waktu di desa tersebut atas permintaan warga dan membangun langgar dan tempat tinggal.
Kehadiran Syech Abdul Muhyi menjadi buah bibir masyarakat Kuningan. Semua kagum pada pada beliau yang konon mendapatkan tanda kewalian saat di tanah Mekkah. Saat itu, beliau bersama teman-temannya sepesantren dibawa ke Bagdad oleh gurunya, Syekh Abdul Rauf, untuk menjiarahi makam Syekh Abdul Qadir Jaelani Qaddasallahu Sirrohu. Di sana beliau tinggal selama 2 tahun untuk menerima ijazah Agama Islam. Setelah itu oleh gurunya dibawa ke Mekkah untuk ibadah Haji. Ketika berada di Baitullah tiba-tiba Syekh Abdul Rouf mendapat ilham bahwa di antara santrinya itu ada yang mendapat pangkat kewalian karena wajah Syekh Abdul Muhyi tiba-tiba tersinari cahaya terang, sementara yang lainnya tidak. Kini Syekh Abdul Muhyi Pamijahan ditugaskan mencari gua di Jawa Barat untuk menjadi tempat berkhalwat atau bersuluk.
Sementara itu Permana semakin panas setelah tahu Syekh Abdul Muhyi kini menetap bersyiar di desanya. Syekh Abdul Muhyi dan Ayu Bakta memberikan ajaran Islam pada seluruh warga. Permana bersumpah akan membalas dendam pada Syekh Abdul Muhyi. Suatu ketika, saat Syekh Abdul Muhyi sedang mengaji bersama warga, muncul Permana datang bersama abdi-abdi terkuatnya yang akan memporak-porandakan tempat mengaji mereka. Permana berkata Syekh Abdul Muhyi saat itu juga harus enyah dari desa itu atau mati. Syekh Abdul Muhyi berkata ia bebas melakukan syiar di manapun, karena bumi ini milik Allah. Dengan karomah Syekh Abdul Muhyi, abdi Permana yang akan merusak langgar tersebut tidak bisa mengayunkan langkahnya sama sekali. Kaki dan tangan mereka terasa terkunci. Kaki mereka tidak bisa dilangkahkan dan tangan mereka tidak bisa diayunkan. Betapa marahnya Permana melihat semua itu. Dengan kalap, Permana langsung melayangkan pedang Nagageni miliknya yang semburannya bisa menghanguskan apapun. Namun dengan tenang Syekh Abdul Muhyi berhasil menghindarinya, bahkan menangkap pedang itu dan mematahkannya jadi dua. Permana semakin dendam. Ia melemparkan awu ireng, serbuk yang bisa membuat buta mata siapapun yang terkena. Namun naas, ternyata serbuk itu justru mengenai mata Permana sendiri. Permana nampak kesakitan karena mendadak matanya tidak bisa melihat. Saat Syekh Abdul Muhyi akan membantu menyembuhkan, Permana menolak dengan kasar dan bersumpah tidak akan pernah berhenti menghalangi syiar yang dilakukan Syekh Abdul Muhyi.
Dendam Permana pada Syekh Abdul Muhyi kian membara. Kini membuat matanya menjadi buta, terkena ajian Aweu Ireng miliknya sendiri. Permana mencari ibunya penguasa ilmu hitam di alas Sawedang, Ni Pongge. Ni Ponggen kaget melihat anak kesayangannya Permana yang kini jadi buta. Permana minta pada ibunya untuk mengembalikan matanya yang buta. Namun Ni Pongge berkata, ia tidak bisa melakukan apapun untuk menyembuhkan mata Permana yang buta karena racun Awu Ireng itu sangat berbahaya. Ni Pongge hanya berkata, Permana bisa balas dendam pada Syekh Abdul Muhyi dengan membunuh Ayu Bakta istri Syekh Abdul Muhyi terlebih dahulu. Mereka harus melihat Syekh Abdul Muhyi tersiksa.
Hingga suatu ketika, saat Ayu Bakta sedang bersyiar dengan para kaum wanita, sekonyong-konyong Ni Pongge muncul dan melemparkan teluh pada Ayu bakta. Dengan cepat Ayu Bakta menyuruh semua berlindung di balik mukena dan membaca surah An-Nas. Mereka selamat. Ni Pongge dengan kalap memaksa Ayu Bakta ikut dengannya. Suasana sangat gaduh. Ayu Bakta berteriak minta tolong. Sebelum Ni Pongge dan Permana akan membawa Ayu Bakta, Syekh Abdul Muhyi mendengar suara teriakan istrinya langsung melompat berusaha menyelamatkan Ayu Bakta. Kini Ni Pongge berhadapan dengan Syekh Abdul Muhyi dan menuntut balas Syekh Abdul Muhyi yang sudah membuat buta anaknya. Kata Syekh Abdul Muhyi bukan ia yang membutakan Permana. Tapi akibat perlakuan Permana sendiri. Dan Permana harus yakin, Allah Maha menyembuhkan. Jika mau, Syekh Abdul Muhyi akan mohon pertolongan Allah untuk menyembuhkan Permana dari butanya. Tapi Ki mereka menolak.
Kini pertarungan Syekh Abdul Muhyi dan Ni pongge tak terelakkan. Ni Pongge penguasa ilmu sihir wanita yang hebat berusaha melawan Syekh Abdul Muhyi. Karena berkali-kali kalah, akhirnya Ni Pongge mengeluarkan jurus terakhirnya yaitu Cahya Ombak. Dari telapak tangan Ni Pongge keluar cahaya menyilaukan dan membentuk gelombang. Setelah itu Ni Pongge melemparkan ke arah Syekh Abdul Muhyi. Syekh Abdul Muhyi sempat terkena gelombang cahaya itu dan terpental. Namun dengan mengucap kalimat takbir dan karomah anti segala macam ilmu hitam, sehebat apapun, gelombang yang sangat menyilaukan mata itu berhasil dilawan Syekh Abdul Muhyi dan justru membuat Ni Pongge dan Permana terpental. Keduanya nampak kesakitan karena terluka parah.
Dengan
tulus Syekh Abdul Muhyi minta warga laki-laki membawa Permana dan Ayu
Bakta membawa Ni Pongge masuk ke dalam. Dengan karomah doanya, Syekh
Abdul Muhyi menyembuhkan Ni Pongge dan Permana bergantian hingga
membaik walau belum bisa berdiri tegak. Syekh Abdul Muhyi
mempersilahkan Permana Permana dan Ni Pongge sementara waktu tinggal di
pondoknya sampai keadaan membaik. Syekh Abdul Muhyi juga mohon pada Ni
Pongge agar bertaubat. Namun Ni Pongge tidak mau. Bagi Ni Pongge, ilmu
sihir yang selama ini dipelajarinya adalah ilmu terhebat.
Berbeda dengan ibunya yang keras hatinya, ternyata Permana merasa takjub dengan Syekh Abdul Muhyi. Bagi Permana, Syekh Abdul Muhyi sangat sakti. Permana juga merasa dengan butanya saat ini ia merasa tidak bisa apa-apa lagi. Suatu ketika, saat mendengar adzan Subuh Permana bergetar hebat. Ia menangis. Tahu Permana menangis, Syekh Abdul Muhyi tiba-tiba ada di sampingnya dan mengajak Permana untuk duduk di langgar. Setelah selesai sholat, Syekh Abdul Muhyi menjelaskan pada Permana bahwa Allah-lah Tuhan yang patut disembah. Kata Permana sehebat apa Allah itu. Allah Maha maha segalanya. Kata Permana, apakah Allah mau menyembuhkannya yang buta? Kata Syekh Abdul Muhyi, asal Permana bertaubat dan bertawakal di jalan Allah, semuanya pasti mungkin.
Akhirnya Permana menemui Ni Pongge dan mohon ijin pada ibunya untuk masuk Islam. Betapa marahnya Ni Pongge. Ni Pongge mengamuk dan mengancam tidak pernah mengakui Permana sebagai anaknya. Kata Ni Pongge, ajaran ilmu hitam warisan leluhur mereka tidak boleh diganti oleh kepercayaan apapun. Namun Permana tetap bersikeras masuk Islam. Akhirnya Permana membaca syahadat. Ia bertaubat bersama Syekh Abdul Muhyi. Melihat kesungguhan Permana, suatu ketika Syekh Abdul Muhyi berkata pada Permana bahwa Syekh Abdul Muhyi akan berusaha mengobati Permana. Syekh Abdul Muhyi mohon pada Permana bersama Syekh Abdul Muhyi terus membaca Asmaul Husna, berzdikir Yaa Baasyir 1000 kali di depan air zam-zam yang dahulu dibawa Syekh Abdul Muhyi dari tanah Suci Mekkah. Setelah membaca Yaa Baasyir tersebut, tiba-tiba air di wadah bergetar. Dengan tenang Syekh Abdul Muhyi mengambil air itu dan mengusapkan di wajah Permana. POV Permana, saat Permana membuka mata, awalnya sekelilingnya kabur namun tak lama kemudian menjadi terang. Permana kembali bisa melihat! Permana langsung sujud syukur. Kata Syekh Abdul Muhyi, Allah adalah Maha Pengabul Doa hamba-hambaNYA.
Betapa senangnya Permana. Ia kembali menemui ibunya, Ni Pongge dan mengabarkan bahwa ia kini bisa melihat lagi sekaligus mengajak ibunya masuk Islam bersama Syekh Abdul Muhyi. Tapi bukannya senang, Ni Pongge yang sudah membatu hatinya berkata, ia tidak sudi memaafkan Permana yang sudah berkhianat pada ajaran hitam leluhur mereka. Betapa sedih hati Permana karena ibu yang dikasihinya masih belum mendapat hidayah Allah. Bahwa hidayah itu adalah milik Allah dan Allah yang berkehendak untuk memberikan atau menahan hidayah itu kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ini juga menunjukkan bahwa hidayah itu bukanlah didapatkan dari warisan orang tua, atau hubungan nasab dan kekerabatan dengan seorang yang sholeh atau hidayah itu diperoleh dengan kekuasaan dan kepandaian seseorang atau dengan kecintaan orang sholeh kepadanya.
Berbeda dengan ibunya yang keras hatinya, ternyata Permana merasa takjub dengan Syekh Abdul Muhyi. Bagi Permana, Syekh Abdul Muhyi sangat sakti. Permana juga merasa dengan butanya saat ini ia merasa tidak bisa apa-apa lagi. Suatu ketika, saat mendengar adzan Subuh Permana bergetar hebat. Ia menangis. Tahu Permana menangis, Syekh Abdul Muhyi tiba-tiba ada di sampingnya dan mengajak Permana untuk duduk di langgar. Setelah selesai sholat, Syekh Abdul Muhyi menjelaskan pada Permana bahwa Allah-lah Tuhan yang patut disembah. Kata Permana sehebat apa Allah itu. Allah Maha maha segalanya. Kata Permana, apakah Allah mau menyembuhkannya yang buta? Kata Syekh Abdul Muhyi, asal Permana bertaubat dan bertawakal di jalan Allah, semuanya pasti mungkin.
Akhirnya Permana menemui Ni Pongge dan mohon ijin pada ibunya untuk masuk Islam. Betapa marahnya Ni Pongge. Ni Pongge mengamuk dan mengancam tidak pernah mengakui Permana sebagai anaknya. Kata Ni Pongge, ajaran ilmu hitam warisan leluhur mereka tidak boleh diganti oleh kepercayaan apapun. Namun Permana tetap bersikeras masuk Islam. Akhirnya Permana membaca syahadat. Ia bertaubat bersama Syekh Abdul Muhyi. Melihat kesungguhan Permana, suatu ketika Syekh Abdul Muhyi berkata pada Permana bahwa Syekh Abdul Muhyi akan berusaha mengobati Permana. Syekh Abdul Muhyi mohon pada Permana bersama Syekh Abdul Muhyi terus membaca Asmaul Husna, berzdikir Yaa Baasyir 1000 kali di depan air zam-zam yang dahulu dibawa Syekh Abdul Muhyi dari tanah Suci Mekkah. Setelah membaca Yaa Baasyir tersebut, tiba-tiba air di wadah bergetar. Dengan tenang Syekh Abdul Muhyi mengambil air itu dan mengusapkan di wajah Permana. POV Permana, saat Permana membuka mata, awalnya sekelilingnya kabur namun tak lama kemudian menjadi terang. Permana kembali bisa melihat! Permana langsung sujud syukur. Kata Syekh Abdul Muhyi, Allah adalah Maha Pengabul Doa hamba-hambaNYA.
Betapa senangnya Permana. Ia kembali menemui ibunya, Ni Pongge dan mengabarkan bahwa ia kini bisa melihat lagi sekaligus mengajak ibunya masuk Islam bersama Syekh Abdul Muhyi. Tapi bukannya senang, Ni Pongge yang sudah membatu hatinya berkata, ia tidak sudi memaafkan Permana yang sudah berkhianat pada ajaran hitam leluhur mereka. Betapa sedih hati Permana karena ibu yang dikasihinya masih belum mendapat hidayah Allah. Bahwa hidayah itu adalah milik Allah dan Allah yang berkehendak untuk memberikan atau menahan hidayah itu kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ini juga menunjukkan bahwa hidayah itu bukanlah didapatkan dari warisan orang tua, atau hubungan nasab dan kekerabatan dengan seorang yang sholeh atau hidayah itu diperoleh dengan kekuasaan dan kepandaian seseorang atau dengan kecintaan orang sholeh kepadanya.
Sementara Permana sudah banyak bersyiar bersama Syekh Abdul Muhyi, Ni Pongge kian meradang. Ia merasa dendam dengan Syekh Abdul Muhyi yang sudah membuat anak kandungnya berani membangkang dan dianggap durhaka padanya. Tapi Syekh Abdul Muhyi selalu menasehati Permana agar terus taat dan santun pada ibundanya. Ni Pongge membuka kitab hitam peninggalan leluhurnya. Ia bertekat mengirim sihir pada Syekh Abdul Muhyi dan seluruh santri Syekh Abdul Muhyi termasuk Ayu Bakta. Kejadian aneh menimpa. Saat Ayu Bakta membuka tudung saji, yang ada adalah kelabang sangat banyak. Ya, semua makanan berubah menjadi kelabang yang berusaha menyerang Ayu Bakta. Saat abdi Ayu Bakta menumbuk padi, padi tiba-tiba berubah menjadi ular berbisa dan menggigit abdinya. Saat abdi lain mengisi air di bak, tiba-tiba saja air berubah menjadi hitam kental dan sangat bau.
Syekh Abdul Muhyi saat di langgar kaget karena beberapa warga lapor bahwa abdi di gigit ular berbisa. Dengan cepat Syekh Abdul Muhyi mengajak Permana melihat keadaan. Ternyata di dalam rumahnya, segala sesuatu tiba-tiba berubah menjadi binatang berbisa dan buas dan berusaha menyerang Syekh Abdul Muhyi. Syekh Abdul Muhyi tahu bahwa ini adalah sihir. Dengan sekejap, semua binatang yang ada di dalam rumahnya di bacakan Ayat Kursi, tiba-tiba menghilang. Permana yakin ini adalah perbuatan ibundanya. Melihat abdinya sakit, Syekh Abdul Muhyi berusaha mengobati. Saat sedang mengobati, Ni Pongge muncul dan menyerang Permana serta Syekh Abdul Muhyi. Permana berusaha menyadarkan ibunya. Namun Permana tidak berusaha melawan ibunya. Ia hanya mempertahankan diri. Setelah puas bertarung dengan Permana dan Permana luka parah karena ibunya, Ni Pongge lalu ganti menyerang Syekh Abdul Muhyi dengan ajian terbangnya. Pertarungan terjadi sama kuat. Permana melihat semua itu bekata pada Syekh Abdul Muhyi, demi Islam, ia ikhlas andai Syekh Abdul Muhyi melawan Ni Pongge. Sebab Ni Pongge selama ini sudah terlalu banyak menyebarkan ilmu hitam dan menyengsarakan banyak warga. Saat Ni Pongge sudah tidak sabar lagi dan menggempur Syekh Abdul Muhyi dengan berbagai macam senjata, Ni Pongge terpental jatuh sendiri terkena senjatanya. Ni Pongge nampak kesakitan. Permana mendekati ibunya dan melihat keadaan ibunya sudah kepayahan, Permana menuntun ibunya bertaubat. Tapi terlambat, Ni Pongge menghembuskan nafas terakhir dengan keadaan belum bertaubat.
DESA PAMIJAHAN, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN…
Rumah Juragan Wongso tiba-tiba di atasnya kedatangan cahaya merah kehitaman dan ada selerat bayangan kecil masuk ke dalamnya. Warga nampak kaduh ketakutan dan yakit Batara Karang masuk ke dalam rumah Juragan Wongso. Kentongan dipukul bertalu-talu. Tak lama kemudian juragan muncul berteriak kebingungan karena kotak uang dan emasnya raib. Ya, untuk kesekian kalinya Desa Pamijahan gempar karena kedatangan Batara Karang yang menyedot uang warga. Syekh Abdul Muhyi Pamijahan dan Ayu Bakta yang sedang melewati desa tersebut bertanya apa yang terjadi. Warga lalu menceritakan bahwa Batara Karang selalu beraksi di malam Jumat Kliwon. Melihat semua itu, Syekh Abdul Muhyi Pamijahan berjanji akan membantu menangkap Batara Karang tersebut.
Sementara itu di gua Safar Wadi Ki Ringin sedang memuja Batara Karang (jenglot) yang diyakini sebagai pemberi kekayaan bagi semuanya. Tak lama kemudian di hadapan Ki Ringin ada setumpuk uang dan perhiasan, pertanda Batara Karang berhasil beraksi. Ki Ringin dengan bangga menceritakan pada seluruh murid-muridnya yang ingin kaya raya dalam sekejap agar memuja Batara Karang. Ki Ringin menunjukkan hebatnya Batara Karang sebagai salah satu cara mendatangkan kekayaan. Semua murid Ki Ringin yang ingin cepat kaya berkata mereka akan lakukan apapun demi mendapatkan Batara Karang. Ki Ringin berkata mereka harus menjalankan semua syarat yang diberikan Ki Ringin dan jika mereka melanggar semua pantangan itu, jangan salahkan bila kelak mereka akan sengsara karenanya. Salah satu murid Ki Ringin adalah Surono. Surono yang meguru pada Ki Ringin demi mendapatkan Batara Karang rela melakukan apapun. Kata Ki Ringin, di Selasa Kliwon esok, ambillah rambut orang yang belum ada 7 hari dikuburkan untuk melengkapi salah satu persyaratan.
Surono nampak gundah. Sahrini, istri Surono berkata pada Surono, untuk apa mencari Batara Karang? Kata Surono, ia sudah bosan jadi orang miskin. Kata Sahrini, ia sudah cukup bersyukur dengan apa yang mereka miliki saat ini. Tapi Surono berkata, ia tidak peduli dengan nasehat istrinya dan malam Selasa Kliwon esok tetap akan mengambil rambut di kuburan. Tak lama kemudian nampak di malam hari Surono mengendap-endap mencoba membongkar sebuah kuburan. Malam nampak senyap, areal pekuburan nampak lenggang. Tapi tanpa Surono sadari, beberapa warga yang sedang ronda melihatnya dan langsung mendatangi Surono. Surono tertangkap basah. Saat warga akan menghakimi Surono, muncul Syekh Abdul Muhyi menentramkan warga. Syekh Abdul Muhyi lalu bertanya apa yang dilakukan Surono. Surono dengan ketakutan menceritakan apa yang terjadi. Demang Pemijahan berkata Surono harus dibawa pada adipati untuk dihukum. Karena selama ini Batara Karang sangat menganggu desa mereka. Namun tak satupun yang berani melawan Ki Ringin yang memuja Batara Karang dan menetap di gua Safar Wadi. Dengan tenang Syekh Abdul Muhyi berkata, insyaallah ia akan berusaha mendatangi Ki Ringin. Warga berkata, Ki Ringin sangat kejam dan berbahaya. Tapi Syekh Abdul Muhyi berkata yakin akan bisa melawannya.
Esoknya, saat Ki Ringin sedang melaksanakan ritual memuja Batara Karang, dengan cepat Syekh Abdul Muhyi muncul dan berkata untuk bubarkan semua itu. Perbuatan sirik adalah perbuatan yang sangat dilaknat Allah. Betapa marahnya Ki Ringin melihat kedatangan Syekh Abdul Muhyi. Syekh Abdul Muhyi berkata ia akan bersihkan gua ini demi kebaikan. Dengan cepat Ki Ringin menggempur Syekh Abdul Muhyi dengan segala kesaktian ilmu hitamnya. Syekh Abdul Muhyi terus mohon kekuatan pada Allah SWT. Seluruh murid Ki Ringin bersatu ikut melawan Syekh Abdul Muhyi. Namun Syekh Abdul Muhyi yang dikaruniai Allah karomah melawan semua ilmu hitam dengan segala doanya berhasil mengalahkan Ki Ringin dan anak buahnya. Ki Ringin terkena ilmu hitamnya sendiri. Aneh, tiba-tiba wajah Ki Ringin berubah menjadi hitam, tua dan berkeriput sebelum mati. Seluruh Murid Ki Ringin nampak ketakutan melihat keadaan Ki Ringin yang mati mengenaskan. Dengan kekuatan Syekh Abdul Muhyi, seluruh Batara Karang yang dipuja dibakar di hadapan warga dan seluruh murid Ki Ringin. Bahkan Syekh Abdul Muhyi lalu menjadikan gua tersebut sebagai tempatnya menjalankan syiarnya, tempat orang melakukan ibadat terutama mengamalkan zikir, tasbih, tahmid, selawat, tilawah al-Quran dan lain-lain sejenisnya. Maka terkenallah tempat itu sebagai tempat orang melakukan khalwat atau suluk. Hingga beliau dikenal sebagai nama Syekh Abdul Muhyi Pamijahan… http://seputarpamijahan.blogspot.com/
Assalamu'alaika ayyuhannabyyu warohmatullohi wabarokaatuh assalamu'alaina wa'ala 'ibadikasholihin .
BalasHapus