Kamis, 06 November 2014

Dapet Jimat di Goa Pamijahan

“Saya takjub!! Ini orang hebat, walau cuman punya uang seribu dan itupun adalah uang terakhir dia, namun masih bisa untuk bersedekah. Padahal saya yang punya uang 50 ribu, gak berani untuk ngajak orang lain makan. Dengan berbagai pertimbangan tentunya.”
****
Sore itu dapet selebaran tempat ziarah,  saya tertarik dengan selebaran tersebut. Saya buka dan baca isinya. Ternyata berisi informasi yang sangat menarik hati. Selebaran ini bercerita tentang tempat ziarah di Tasikmalaya yaitu tempat Syekh Abdul Muhyi menyebarkan agama dan dimakamkan.
yang palingmenarik di selebaran tersebut, bahwa selain mengunjungi tempat dimakamkan beliau, kita juga bisa mengunjungi sebuah goa. Goa yang bagi masyarakat di sekitar tempat tersebut menjadikan sumber cerita yang turun temurun.
Setelah mengumpulkan uang sebagai bekal perjalanan. Akhirnya saya berangkat ke sana, dengan menumpang bis antarkota Bekasi-Tasikmalaya. Seperti perjalanan-perjalanan lainnya saya pun berangkat sendirian. Maklumlah, wanita banyak yang tidak ngeh, kalo saya ganteng, jadi ga ada yang mau nemenin saya hehe.. kok jadi curhat.
Tiba di terminal Tasik, hari menjelang maghrib. Saya celingukan kebingungan, karena tidak ada satupun angkutan yang tulisannya mengarah ke Pamijahan. Dalam kebingungan, mata saya tertumbuk sama sesosok manusia. Dia adalah pegawai terminal. Dengan senyum ramah dari hati yang paling dalem, saya minta ditunjukkan harus pake angkutan yang mana, kalau ingin ke Pamijahan.
Kata beliau, saya salah tempat menunggu. Harusnya ke terminal sebelah. Yee.. si Bapak teh bukannya bilang dari tadi… jangan nungguin saya nanya, baru ngasih tahu!! Edan yah saya., ah biarin. Lanjuut.
Ternyata terminal ini terbagi dua, satu untuk bis antarkota, satu lagi untuk angkutan lokal. Tak tahu kalau sekarang, mungkin sudah berubah. Karena cerita ini sudah lama saya alami dan baru diceritakan sekarang.
Setelah berjalan ke arah yang ditunjuk oleh si Bapak, akhirnya saya menemukan angkutan ke Pamijahan. Mobil tersebut berupa mobil elf. Alhamdulillah, tak lama mobil berangkat, jadi ga kesel nunggu mobil ngetem. Perjalanan ke kampung Pamijahan, kira-kira ditempuh dalam waktu 3,5 jam, kata om supir.
Sepanjang perjalanan saya mikir [gini nih.. untungnya punya otak]. Gimana nantinya saya kalau sudah nyampe, mo tidur dimana? Apakah mesti tidur di Poskamling atau masjid. Karena dibayangan saya saat itu, bahwa pastinya tidak ada orang, karena hari sudah larut malam.
Pikiran ini terus bergelayut, nempel di otak, hingga terminal Pamijahan. Pas turun, saya kaget. Maak.. ternyata banyak bus. Ini gimana ceritanya, kok terminal kecil, banyak busnya. Harusnya kalo terminal kecil kan, paling-paling isinya cuman angkot atau elf. Penasaran saya.
Setelah diteliti, ternyata bus tersebut adalah bus peziarah. Saya tertawa, hehe aman, banyak temen. Jadi ngga takut, walau sendirian. Minimal, bisa ngikut ama peziarah lain, pura-pura kenal aja. Buru-buru, saya ngekor sama peziarah lain, menuju tempat penziarahan.
Untuk ke tempat Syekh Abdul Muhyi, kita minta iin dulu ke pos setempat. dan di pintu masuk ada gapura.di Sepanjang jalan tersebut, banyak dagangan penduduk. Dagangannya berupa souvenir yang bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh bagi peziarah.
Yang bikin heran, tak satupun pedagangnya nongol. Mereka pada diam di rumahnya masing-masing. Tak takut kalau barang dagangannya dicuri. Aneh yah… tapi itulah yang terjadi. Kalau kita mau beli souvenir, kita mesti manggil pedagangnya, baru mereka keluar. Hebat…. seumur hidup, hanya disini saya menemukan pedagang seperti itu.
Setelah menurunin tanjakan kira-kira 500 meter kita mesti belok ke kanan dan berjalan beberapa meter lagi. Baru kita akan menemukan sebuah Masjid, tempat dimakamkan Syekh Abdul Muhyi. Ketika saya datang, banyak peziarah lagi pada sholat ataupun sedang mengaji. Saya pun ikut membaur dengan mereka.
Besoknya saya ke Goa Pamijahan, jaraknya kira-kira 1 Kilo, melewati pesawahan sekarang banyak udah banyak penduduk memenuhi disepanjang jalan Gua tersebut, dari luar lubangnya kecil namun ketika sudah masuk sangat besar. Di sepanjang gua, air mengalir membentuk sungai. Tingginya air, kira-kira sejengkal dari lutut. Kita jalan melewati aliran air itu untuk masuk ke dalam.
Di dalam sangat gelap, oleh karena itu kita mesti nyewa lampu Patromak. Banyak tersedia, jasa penyewaan petromak di depan pintu goa. Selain menyewakan, mereka juga menjadi pemandu kita masuk ke dalam gua ini.
Kalau kita masuk ke sana, pasti akan kaget. Karena hawa di dalam gua lumayan panas, hingga membuat badan berkeringat. Padahal saya tadinya mikir, kalau dalam gua pasti dingin, karena tidak ada cahaya matahari masuk. Maklumlah ndeso bang… saya baru pertama kali mengunjungi goa.
Disini kita akan ditunjukkan tempat jum’atan para wali, juga lorong tempat Syeh Abdul Muhyi pergi ke Mekah. Lorong ini sekarang ditutup oleh jeruji, karena sudah ada orang yang masuk dan tidak kembali [katanya]. Tak lupa juga, kopiah haji.
Kopiah haji yang dimaksud adalah cekuk di atas dinding gua yang jumlahnya kalau tidak salah ada sembilan [koreksi jika salah]. Konon katanya, jika ada salah satu cekukan yang pas dengan kepala kita, maka Insya Allah kita akan kesampaian naek haji. Jika semua cekuk itu pas, berarti 9 kali pula kita akan berhaji. Katanya juga loooh.
Disini juga ada sumber mata air, yang diyakini air zamzam. hehe… Kalo saya sih gak percaya. Ada-ada aja nih orang sana, nyari duitnya. Karena untuk mendapatkan air itu, kita mesti bayar!! Capeee deh. Setelah beres ,saya pun kembali pulang ke Mesjid. Karena tidak ada tempat berteduh selain disituh.
Lah, mana jimatnya? Katanya dapet jimat. Pasti pembaca, bertanya-tanya tentang itu. Tenang…., saya tidak akan mengecewakan anda. Kita lanjut yah ceritanya.
Kira-kira jam 9 malam, saya tiduran di dekat tembok belakang masjid. Bergabung dengan orang-orang yang sedang tiduran. Kebetulan, disamping saya ada seorang pemuda… kalau seorang pemudi bisa gawat urusan. Sambil tiduran saya ngobrol dengannya. Dia cerita, kalau sudah lama disitu, disuruh oleh gurunya dari Jawa.
“Mas, makan yuk, saya ada duit nih, nanti saya bayarin”, ucap dia. Kira-kira jam 10, saat itu.
“Ayoo, kebetulan lapar nih”, jawab saya semangat, mendengar kata-kata ‘dibayarin’. Maklumlah muka gratisan hehe.
“Nih orang banyak duitnya, udah lama tinggal disini tapi masih bisa nraktir orang lain”, pikir saya saat itu.
Akhirnya kita berjalan ke warung di belakang masjid. Nyampe disana, banyak orang yang lagi makan. Kitapun bergabung dengan mereka.
Karena merasa dibayarin, saya pun tidak berani mesan makanan duluan. Nungguin dia yang mau bayarin, mesen makan duluan. Saat itu dia mengambil singkong dan pisang rebus, tidak memesan nasi. Karena merasa kalau makan itu, ya makan nasi, saya diam saja, tidak mengambil makanan apapun. Sabaaar, pikir saya saat itu.
Lama saya tunggu dia memesan makanan, namun dia tidak juga memesan nasi. Saya jadi bingung, “Bener ga sih nih orang mau nraktir makan?”. Pikir saya saat itu. Hingga akhirnya dia ngomong.
“Ayo mas, makan”
Apa!! Maksud dia nraktir makan itu, yaitu makan singkong rebus doang!!
“Emang, Abang punya duit berapa, mau nraktir saya makan?”, tanya saya penasaran.
“Seribu”, jawabnya bikin kaget. Pada waktu itu, uang 2 ribu masih bisa dipakai makan dengan lauk seadanya.
Saya takjub!! Ini orang hebat, walau cuman punya uang seribu dan itupun adalah uang terakhir dia, namun masih bisa untuk bersedekah. Padahal saya yang punya uang 50 ribu, gak berani untuk ngajak orang lain makan. Dengan berbagai pertimbangan tentunya.
Tau ngga pembaca, saya sangat… sangat… terharu. Akhirnya malah dia yang saya traktir makan!! Saat itu saya tidak peduli, apakah bekal saya cukup untuk tinggal disana. Yang penting ada ongkos pulang, pikir saya saat itu. Saya malu sama dia, merasa kerdil, merasa terhina.
Itulah Jimat yang saya temukan dari Pamijahan!! Jimat tentang bersedekah!!
Maaf yah kalo mengecewakan, bagi pembaca yang menganggap jimat yang dimaksud adalah benda sakti bertuah seperti keris, batu dan lain sebagainya.

Minggu, 02 November 2014

Syekh Abdul Muhyi Penakluk Ilmu Hitam"

 
Widuri  yang cantik nampak menangis karena Permana memaksa Widuri untuk ikut dengannya dan dijadikan istri  sesuai wangsit yang diterimanya di malam Jumat Kliwon lalu.  Japra suami Widuri mohon pada Permana agar tidak mengambil istrinya karena anak mereka masih kecil-kecil.
Tapi Permana tidak peduli. Ketika Japra melawan, dengan cepat Permana dan anak buahnya  melihat anak-anaknya diancam akan disakiti, Japra akhirnya dengan terpaksa melepaskan Widuri. Permana menyeringai senang dan akhirnya ia dengan paksa membawa Widuri.  Sepanjang jalan Widuri nampak menangis. Warga desa menatap kasihan Widuri dan membicarakan kekejaman dan kesewenang-wenangan Permana selama ini.

Beberapa saat kemudian nampak sebagian desa Sawedang sedang pesta tuak  bersama teman-temannya. Kata Permana, ia orang tersakti dan terkaya di desa mereka. Jika ada warga yang mengecewakannya, ia tak segan-segan akan menghabisi sang warga dengan ilmu yang dimilikinya. Selama ini memang tidak ada satupun warga yang berani membantah atau melawan Permana karena Permana terkenal sangat sakti.  Saat Permana sedang berpesta di luar, Widuri diam-diam berusaha melarikan diri. Widuri berhasil melarikan diri dan kembali ke rumahnya, tepat saat anak Widuri sedang sakit memanggil nama ibunya. Betapa senangnya Japra melihat Widuri kembali. Saat itu pula seorang abdi memberi tahu Permana bahwa Widuri kabur dari rumah! Dengan marah Permana mengajak mencari Widuri.

Dengan marah Permana menuju rumah Widuri. Sesampai di rumah Widuri, Permana dengan paksa langsung menghajar Japra yang dianggap sudah mengambil Widuri kembali. Kali ini Widuri berkata lebih baik ia mati daripada kembali pada Permana. Saat Permana benar-benar marah dan akan menarik Widuri, sebuah tangan menahan dengan kuat tangan  Permana dan berkata Permana tidak bisa sesuka hati memaksakan kehendaknya apalagi mengambil istri orang lain. Haram hukumnya memisahkan sepasang suami istri kemudian menikahinya untuk kesenangan pribadi semata.  Permana kaget karena baru kali ini ada yang berani melawannya. Ternyata dia adalah Syekh Abdul Muhyi yang datang bersama istrinya Ayu Bakta dan seorang abdi perempuan yang menemani istrinya. Dengan marah Permana menyuruh semua anak buahnya untuk menangkap Syekh Abdul Muhyi. Tapi dengan tenang Syekh Abdul Muhyi berhasil melumpuhkan semua anak buah Permana. Permanadengan kalap lalu berusaha  membunuh Syekh Abdul Muhyi, namuan Syekh Abdul Muhyi sangat sakti sehingga Permana kalah. Permana bersumpah akan datang kembali melawan Syekh Abdul Muhyi.

Warga Sawedang nampak menerima Syekh Abdul Muhyi dan istrinya Ayu Bakta dengan sangat senang. Widuri  dan Japra  tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Syekh Abdul Muhyi  dan mohon Syekh Abdul Muhyi agar berhati-hati karena mereka yakin Permana pasti akan mencari kembali Syekh Abdul Muhyi dan membunuhnya. Namun Syekh Abdul Muhyi berkata ia tidak takut sedikitpun pada Permana. Ia justru ingin menyadarkan Permana agar kembali ke jalan yang benar. Jalan yang diridhoi Allah SWT.  Warga yang kagum dengan Syekh Abdul Muhyi mohon agar Syekh Abdul Muhyi mau tinggal di desa mereka karena warga ingin belajar Islam pada Syekh Abdul Muhyi. Mulailah Syekh Abdul Muhyi bersyiar. Dalam syiarnya di desa Sawedang di daerah Kuningan Jawa Barat tersebut Syekh Abdul Muhyi selalu mengingatkan warga ayat Allah : "Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong" (QS. 8:40). Syekh Abdul Muhyi  tinggal sementara waktu di desa tersebut atas permintaan warga dan membangun langgar dan tempat tinggal.

Kehadiran Syech Abdul Muhyi menjadi buah bibir masyarakat Kuningan.  Semua kagum pada pada beliau yang konon mendapatkan tanda kewalian saat di tanah Mekkah. Saat itu, beliau bersama teman-temannya sepesantren dibawa ke Bagdad oleh gurunya, Syekh Abdul Rauf,  untuk menjiarahi makam Syekh Abdul Qadir Jaelani Qaddasallahu Sirrohu. Di sana beliau tinggal selama 2 tahun untuk menerima ijazah Agama Islam. Setelah itu oleh gurunya dibawa ke Mekkah untuk ibadah Haji. Ketika berada di Baitullah tiba-tiba Syekh Abdul Rouf  mendapat ilham bahwa di antara santrinya itu ada yang mendapat pangkat kewalian karena wajah Syekh Abdul Muhyi tiba-tiba tersinari cahaya terang, sementara yang lainnya tidak. Kini Syekh Abdul Muhyi Pamijahan ditugaskan mencari gua di Jawa Barat untuk menjadi tempat berkhalwat atau bersuluk.
 
Sementara itu Permana semakin panas setelah tahu Syekh Abdul Muhyi kini menetap bersyiar di desanya. Syekh Abdul Muhyi dan Ayu Bakta memberikan ajaran Islam pada seluruh warga. Permana bersumpah akan membalas dendam pada Syekh Abdul Muhyi. Suatu ketika, saat Syekh Abdul Muhyi  sedang mengaji bersama warga, muncul Permana datang bersama abdi-abdi terkuatnya yang akan memporak-porandakan tempat mengaji  mereka. Permana berkata Syekh Abdul Muhyi  saat itu juga harus enyah dari desa itu atau mati. Syekh Abdul Muhyi berkata ia bebas melakukan syiar di manapun, karena bumi ini milik Allah. Dengan karomah Syekh Abdul Muhyi, abdi Permana yang akan merusak langgar tersebut tidak bisa mengayunkan langkahnya sama sekali. Kaki dan tangan mereka terasa terkunci. Kaki mereka tidak bisa dilangkahkan dan tangan mereka tidak bisa diayunkan. Betapa marahnya Permana melihat semua itu. Dengan kalap, Permana langsung melayangkan pedang Nagageni miliknya yang semburannya bisa menghanguskan apapun. Namun dengan tenang Syekh Abdul Muhyi berhasil menghindarinya, bahkan menangkap pedang itu dan mematahkannya jadi dua. Permana semakin dendam. Ia melemparkan awu ireng, serbuk yang bisa membuat buta mata siapapun yang terkena. Namun naas, ternyata serbuk itu justru mengenai mata Permana sendiri. Permana nampak kesakitan karena mendadak matanya tidak bisa melihat. Saat Syekh Abdul Muhyi  akan membantu menyembuhkan, Permana menolak dengan kasar dan bersumpah tidak akan pernah berhenti menghalangi syiar yang dilakukan Syekh Abdul Muhyi.

Dendam Permana pada Syekh Abdul Muhyi kian membara. Kini membuat matanya menjadi buta, terkena ajian Aweu Ireng miliknya sendiri.  Permana mencari ibunya penguasa ilmu hitam di alas Sawedang, Ni Pongge. Ni Ponggen kaget melihat anak kesayangannya Permana yang kini jadi buta. Permana minta pada ibunya untuk mengembalikan matanya yang buta. Namun Ni Pongge berkata, ia tidak bisa melakukan apapun untuk menyembuhkan mata Permana yang buta karena racun Awu Ireng itu sangat berbahaya. Ni Pongge hanya berkata, Permana bisa balas dendam pada Syekh Abdul Muhyi dengan membunuh Ayu Bakta istri Syekh Abdul Muhyi terlebih dahulu. Mereka harus melihat Syekh Abdul Muhyi tersiksa.

Hingga suatu ketika, saat Ayu Bakta sedang bersyiar dengan para kaum wanita, sekonyong-konyong Ni Pongge muncul dan melemparkan teluh pada Ayu bakta. Dengan cepat Ayu Bakta menyuruh semua berlindung di balik mukena dan membaca surah An-Nas. Mereka selamat. Ni Pongge dengan kalap  memaksa Ayu Bakta ikut dengannya. Suasana sangat gaduh. Ayu Bakta berteriak minta tolong. Sebelum Ni Pongge dan Permana akan membawa Ayu Bakta, Syekh Abdul Muhyi mendengar suara teriakan istrinya langsung melompat berusaha menyelamatkan Ayu Bakta. Kini Ni Pongge berhadapan dengan Syekh Abdul Muhyi  dan menuntut balas Syekh Abdul Muhyi yang sudah membuat buta anaknya. Kata Syekh Abdul Muhyi bukan ia yang membutakan Permana. Tapi akibat perlakuan Permana sendiri. Dan Permana harus yakin, Allah Maha menyembuhkan. Jika mau, Syekh Abdul Muhyi akan mohon pertolongan Allah untuk menyembuhkan Permana dari butanya. Tapi Ki mereka menolak.

Kini pertarungan Syekh Abdul Muhyi dan Ni pongge tak terelakkan. Ni Pongge penguasa ilmu sihir wanita yang hebat berusaha melawan Syekh Abdul Muhyi. Karena berkali-kali kalah, akhirnya Ni Pongge mengeluarkan jurus terakhirnya yaitu Cahya Ombak. Dari telapak tangan Ni Pongge keluar cahaya menyilaukan dan membentuk gelombang. Setelah itu Ni Pongge melemparkan ke arah Syekh Abdul Muhyi. Syekh Abdul Muhyi sempat terkena gelombang cahaya itu dan terpental.  Namun dengan mengucap kalimat takbir dan karomah anti segala macam ilmu hitam, sehebat apapun, gelombang yang sangat menyilaukan mata itu berhasil dilawan Syekh Abdul Muhyi dan justru membuat Ni Pongge dan Permana terpental. Keduanya  nampak kesakitan karena terluka parah.
Dengan tulus Syekh Abdul Muhyi minta warga laki-laki membawa Permana  dan Ayu Bakta membawa  Ni Pongge masuk ke dalam. Dengan karomah doanya, Syekh Abdul Muhyi  menyembuhkan Ni Pongge dan Permana bergantian hingga  membaik walau belum bisa berdiri tegak. Syekh Abdul Muhyi  mempersilahkan Permana Permana dan Ni Pongge sementara waktu tinggal di pondoknya sampai  keadaan membaik. Syekh Abdul Muhyi juga mohon pada Ni Pongge agar bertaubat. Namun Ni Pongge tidak mau. Bagi Ni Pongge,  ilmu sihir yang selama ini dipelajarinya adalah ilmu terhebat.

Berbeda dengan ibunya yang keras hatinya, ternyata Permana merasa takjub dengan Syekh Abdul Muhyi. Bagi Permana, Syekh Abdul Muhyi sangat sakti. Permana juga merasa dengan butanya saat ini ia merasa tidak bisa apa-apa lagi. Suatu ketika, saat mendengar adzan Subuh Permana bergetar hebat. Ia menangis. Tahu Permana menangis, Syekh Abdul Muhyi  tiba-tiba ada di sampingnya dan mengajak Permana untuk duduk di langgar. Setelah selesai sholat, Syekh Abdul Muhyi  menjelaskan pada Permana bahwa Allah-lah Tuhan yang patut disembah.  Kata Permana sehebat apa Allah itu. Allah Maha maha segalanya. Kata Permana, apakah Allah mau menyembuhkannya yang buta? Kata Syekh Abdul Muhyi, asal Permana bertaubat dan bertawakal di jalan Allah, semuanya pasti mungkin.

Akhirnya Permana menemui Ni Pongge dan mohon ijin pada ibunya untuk masuk Islam. Betapa marahnya Ni Pongge. Ni Pongge mengamuk dan mengancam tidak pernah mengakui Permana sebagai anaknya. Kata Ni Pongge, ajaran ilmu hitam warisan leluhur mereka tidak boleh diganti oleh kepercayaan apapun. Namun Permana tetap bersikeras masuk Islam. Akhirnya Permana membaca syahadat. Ia bertaubat bersama Syekh Abdul Muhyi. Melihat kesungguhan Permana, suatu ketika Syekh Abdul Muhyi  berkata pada Permana bahwa Syekh Abdul Muhyi akan berusaha mengobati Permana. Syekh Abdul Muhyi  mohon pada Permana  bersama Syekh Abdul Muhyi terus membaca Asmaul Husna, berzdikir Yaa Baasyir 1000 kali di depan air zam-zam yang dahulu dibawa Syekh Abdul Muhyi  dari tanah Suci Mekkah. Setelah membaca Yaa Baasyir tersebut, tiba-tiba air di wadah bergetar. Dengan tenang Syekh Abdul Muhyi mengambil air itu dan mengusapkan di wajah Permana. POV Permana, saat Permana membuka mata, awalnya sekelilingnya kabur namun tak lama kemudian menjadi terang. Permana kembali bisa melihat! Permana langsung sujud syukur. Kata Syekh Abdul Muhyi, Allah adalah Maha Pengabul Doa hamba-hambaNYA.

Betapa senangnya Permana. Ia kembali menemui ibunya, Ni Pongge dan mengabarkan bahwa ia kini bisa melihat lagi sekaligus mengajak ibunya masuk Islam bersama Syekh Abdul Muhyi. Tapi bukannya senang, Ni Pongge yang sudah membatu hatinya berkata, ia tidak sudi memaafkan Permana yang sudah berkhianat pada ajaran hitam leluhur mereka. Betapa sedih hati Permana karena ibu yang dikasihinya masih belum mendapat hidayah Allah.  Bahwa hidayah itu adalah milik Allah dan Allah yang berkehendak untuk memberikan atau menahan hidayah itu kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.  Ini juga menunjukkan bahwa hidayah itu bukanlah didapatkan dari warisan orang tua, atau hubungan nasab dan kekerabatan dengan seorang yang sholeh atau hidayah itu diperoleh dengan kekuasaan dan kepandaian seseorang atau dengan kecintaan orang sholeh kepadanya. 

Sementara Permana sudah banyak bersyiar bersama Syekh Abdul Muhyi, Ni Pongge  kian meradang. Ia merasa dendam dengan Syekh Abdul Muhyi yang sudah membuat anak kandungnya berani membangkang dan dianggap durhaka padanya. Tapi Syekh Abdul Muhyi selalu menasehati Permana agar terus taat dan santun pada ibundanya. Ni Pongge membuka kitab hitam peninggalan leluhurnya. Ia bertekat mengirim sihir pada Syekh Abdul Muhyi dan seluruh santri Syekh Abdul Muhyi termasuk Ayu Bakta. Kejadian aneh menimpa. Saat Ayu Bakta membuka tudung saji, yang ada adalah  kelabang sangat banyak. Ya, semua makanan berubah menjadi kelabang yang berusaha menyerang Ayu Bakta.  Saat abdi  Ayu Bakta menumbuk padi, padi tiba-tiba berubah menjadi ular berbisa dan menggigit abdinya. Saat abdi lain mengisi air di bak, tiba-tiba saja air berubah menjadi hitam kental dan sangat bau.

Syekh Abdul Muhyi saat di langgar kaget karena beberapa warga lapor bahwa abdi di gigit ular berbisa. Dengan cepat Syekh Abdul Muhyi  mengajak Permana melihat keadaan. Ternyata di dalam rumahnya, segala sesuatu tiba-tiba berubah menjadi binatang berbisa dan buas dan berusaha menyerang Syekh Abdul Muhyi. Syekh Abdul Muhyi  tahu bahwa ini adalah sihir. Dengan sekejap, semua binatang yang ada di dalam rumahnya di bacakan Ayat Kursi, tiba-tiba menghilang. Permana yakin ini adalah perbuatan ibundanya.  Melihat abdinya sakit, Syekh Abdul Muhyi berusaha mengobati. Saat sedang mengobati, Ni Pongge muncul dan menyerang Permana serta Syekh Abdul Muhyi. Permana berusaha menyadarkan ibunya. Namun Permana tidak berusaha melawan ibunya. Ia hanya mempertahankan diri. Setelah puas bertarung dengan Permana dan Permana luka parah karena ibunya, Ni Pongge lalu ganti menyerang Syekh Abdul Muhyi dengan ajian terbangnya. Pertarungan terjadi sama kuat. Permana melihat semua itu bekata pada Syekh Abdul Muhyi, demi Islam, ia ikhlas andai Syekh Abdul Muhyi melawan Ni Pongge. Sebab Ni Pongge selama ini sudah terlalu banyak menyebarkan ilmu hitam dan menyengsarakan banyak warga. Saat Ni Pongge sudah tidak sabar lagi dan menggempur Syekh Abdul Muhyi  dengan berbagai macam senjata, Ni Pongge terpental jatuh sendiri terkena senjatanya. Ni Pongge nampak kesakitan. Permana mendekati ibunya dan melihat keadaan ibunya sudah kepayahan, Permana menuntun ibunya bertaubat. Tapi terlambat, Ni Pongge menghembuskan nafas terakhir dengan keadaan belum bertaubat.
Beberapa saat kemudian, suasana di pekuburan heboh. Tanah yang digali oleh warga untuk menguburkan Ni Pongge selalu keluar air berwarna hitam yang bau dan ada binatang berbisa keluar dari setiap tanah yang dicangkul. Para penggali kubur nampak menyerah. Permana berdoa mohon pada Allah agar ibunya mudah dikuburkan walau ibunya seorang yang kafir dan musrik.

DESA PAMIJAHAN, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN…

Rumah Juragan Wongso tiba-tiba di atasnya kedatangan cahaya merah kehitaman dan ada selerat bayangan kecil masuk ke dalamnya. Warga nampak kaduh ketakutan dan yakit Batara Karang masuk ke dalam rumah Juragan Wongso. Kentongan dipukul bertalu-talu. Tak lama kemudian juragan  muncul berteriak kebingungan karena kotak uang dan emasnya raib. Ya, untuk kesekian kalinya Desa Pamijahan gempar karena kedatangan Batara Karang yang menyedot uang warga. Syekh Abdul Muhyi Pamijahan dan Ayu Bakta yang sedang melewati desa tersebut bertanya apa yang terjadi. Warga lalu menceritakan bahwa Batara Karang selalu beraksi di malam Jumat Kliwon.  Melihat semua itu, Syekh Abdul Muhyi Pamijahan berjanji akan membantu menangkap Batara Karang tersebut.

Sementara itu di gua Safar Wadi Ki Ringin sedang memuja Batara Karang (jenglot) yang diyakini sebagai pemberi kekayaan bagi semuanya. Tak lama kemudian di hadapan Ki Ringin ada setumpuk uang dan perhiasan, pertanda Batara Karang berhasil beraksi. Ki Ringin dengan bangga menceritakan pada seluruh murid-muridnya yang ingin kaya raya dalam sekejap agar memuja Batara Karang. Ki Ringin menunjukkan hebatnya Batara Karang sebagai salah satu cara mendatangkan kekayaan. Semua murid Ki Ringin yang ingin cepat kaya berkata mereka akan lakukan apapun demi mendapatkan Batara Karang. Ki Ringin berkata mereka harus menjalankan semua syarat yang diberikan Ki Ringin dan jika mereka melanggar semua pantangan itu, jangan salahkan bila kelak mereka akan sengsara karenanya. Salah satu murid Ki Ringin adalah Surono. Surono yang meguru pada Ki Ringin demi mendapatkan Batara Karang rela melakukan apapun. Kata Ki Ringin, di Selasa Kliwon esok, ambillah rambut orang yang belum ada 7 hari dikuburkan untuk melengkapi salah satu persyaratan.

Surono nampak gundah. Sahrini, istri Surono berkata pada Surono, untuk apa mencari Batara Karang? Kata Surono, ia sudah bosan jadi orang miskin. Kata Sahrini, ia sudah cukup bersyukur dengan apa yang mereka miliki saat ini. Tapi Surono berkata, ia tidak peduli dengan nasehat istrinya dan malam Selasa Kliwon esok tetap akan mengambil rambut di kuburan. Tak lama kemudian nampak di malam hari Surono mengendap-endap mencoba membongkar sebuah kuburan. Malam nampak senyap, areal pekuburan nampak lenggang. Tapi tanpa Surono sadari, beberapa warga yang sedang ronda melihatnya dan langsung mendatangi Surono. Surono tertangkap basah. Saat warga akan menghakimi Surono, muncul Syekh Abdul Muhyi menentramkan warga. Syekh Abdul Muhyi lalu bertanya apa yang dilakukan Surono. Surono dengan ketakutan menceritakan apa yang terjadi. Demang Pemijahan berkata Surono harus dibawa pada adipati untuk dihukum. Karena selama ini Batara Karang sangat menganggu desa mereka. Namun tak satupun yang berani melawan Ki Ringin yang memuja Batara Karang dan menetap di gua Safar Wadi. Dengan tenang Syekh Abdul Muhyi berkata, insyaallah ia akan berusaha mendatangi Ki Ringin. Warga berkata, Ki Ringin sangat kejam dan berbahaya. Tapi Syekh Abdul Muhyi berkata yakin akan bisa melawannya.

Esoknya, saat Ki Ringin sedang melaksanakan ritual memuja Batara Karang, dengan cepat Syekh Abdul Muhyi muncul dan berkata untuk bubarkan semua itu. Perbuatan sirik adalah perbuatan yang sangat dilaknat Allah. Betapa marahnya Ki Ringin melihat kedatangan Syekh Abdul Muhyi. Syekh Abdul Muhyi berkata ia akan bersihkan gua ini demi kebaikan. Dengan cepat Ki Ringin menggempur Syekh Abdul Muhyi dengan segala kesaktian ilmu hitamnya. Syekh Abdul Muhyi terus mohon kekuatan pada Allah SWT. Seluruh murid Ki Ringin bersatu ikut melawan Syekh Abdul Muhyi. Namun Syekh Abdul Muhyi yang dikaruniai Allah karomah melawan semua ilmu hitam dengan segala doanya berhasil mengalahkan Ki Ringin dan anak buahnya. Ki Ringin terkena ilmu hitamnya sendiri. Aneh, tiba-tiba wajah Ki Ringin berubah menjadi hitam, tua dan berkeriput sebelum mati.  Seluruh Murid Ki Ringin nampak ketakutan melihat keadaan Ki Ringin yang mati mengenaskan.  Dengan kekuatan Syekh Abdul Muhyi, seluruh Batara Karang yang dipuja dibakar di hadapan warga dan seluruh murid Ki Ringin. Bahkan Syekh Abdul Muhyi lalu menjadikan gua tersebut sebagai tempatnya menjalankan syiarnya, tempat orang melakukan ibadat terutama mengamalkan zikir, tasbih, tahmid, selawat, tilawah al-Quran dan lain-lain sejenisnya. Maka terkenallah tempat itu sebagai tempat orang melakukan khalwat atau suluk. Hingga beliau dikenal sebagai nama Syekh Abdul Muhyi Pamijahan… http://seputarpamijahan.blogspot.com/